Domain
DomaiNesia

From Zero to Hero: Tips Bisnis Pemula



 Kegagalan, apalagi jika kegagalan itu adalah keterpurukan hingga di titik terbawah, seringkali kita sikapi sebagai sebuah malapetaka, akhir dari segalanya. Keterpurukan di titik nol tersebut seringkali menjadikan kita ciut hati, tidak termotivasi dan berat untuk memulai lagi dari bawah. Akibatnya, keterpurukan itu menjadikan kita semakin terpuruk yang menjebak kita dalam pusaran keterpurukan diri kita sendiri.


Bicara mengenai keterpurukan di titik nol, kita bisa belajar dari Steve Jobs & Mike Tyson. Banyak orang mengagumi Steve karena kepiawaiannya menciptakan inovasi hebat seperti Apple: Mac, iPod, iPhone, iPad. Ataupun Mike sang juara dunia tinju kelas berat termuda dalam sejarah yang banyak erhasil memenangkan pertandingannya pada ronde pertama. Namun selain keberhasilan itu, kita bisa mengagumi mereka karena kemampuannya bangkit dari keterpurukan di titik nol.


Steve dan Mike bisa direpresentasikan sebagai the real hero. Seorang real hero tidak hanya mengecap kesuksesan semata. Mereka juga pernah gagal, bahkan kegagalan di titik terbawah dan terpuruk. Namun di tengah keterpurukan di titik nol, the real hero bisa bangkit lagi dan menuai kejayaannya kembali.


Steve mengalami kegagalan fatal saat dia dipecat dari Apple oleh CEOnya waktu itu, John Sculley. Pemecatan ini bahkan terasa lebih perih dan menyakitkan karena justru Steve sendiri lah yang merekrut dan membawa masuk John Sculley untuk mengurusi pemasaran Macintosh. Seperti kita tahu, sepeninggal Steve waktu itu, nasib Apple menjadi makin runyam.


Begitu pun dengan Mike Tyson, tidak harus menjadi penggemar tinju untuk mengenal siapa dirinya, orang yang pernah menjadi juara dunia kelas berat termuda dalam sejarah. Cerita hidupnya terlalu “seru” untuk tidak menjadi perhatian. Mulai terjerat dugaan pemerkosaan, mengigit telinga lawan, masuk penjara, menjadi super kaya, jatuh bangkrut, dan lain sebagainya.


Menjadi Pemula

“Getting fired from Apple was the best thing that could have ever happened to me. The heaviness of being successful was replaced by the lightness of being a beginner again, less sure about everything. It freed me to enter one of the most creative periods of my life.” Ucap Steve Jobs mengenai komentarnya setelah dikeluarkan dari Apple.


Hebatnya, Steve tidak menyikapi pemecatannya secara negatif dan pesimistik sebagai sebuah kekalahan dan akhir dari segalanya, tapi justru sebaliknya membebaskannya memasuki masa-masa terkreatif dan terproduktif dalam perjalanan hidupya.


Yang menarik, memulai kembali di titik nol justru menjadikan dirinya memiliki energi luar biasa untuk berkreasi yang kita tahu akhirnya mengantarkannya untuk menciptakan produk-produk paling kreatif dalam sejarah umat manusia: iPod, iPhone, iPad, Mac. Kondisi serba keterbatasan di titik nol ini justru memberikan semangat luar biasa untuk merengkuh kesuksesan. Bagi Steve, kondisi di titik nol ini menjadikannya lebih ringan dalam melangkah sebagai seorang pemula.


Begitupun dengan Mike Tyson, sejak 2012 dia menjadi seorang stand-up comedian. Ya, siapa sangka dia pernah berdiri di panggung, melawak, dan pertunjukannya super laris baik di Broadway, New York, maupun Las Vegas dan kota-kota lain di Amerika? Dia juga sempat bermain di sejumlah film seperti The Hangover yang super kocak. Tapi, dia benar-benar bisa dibilang sukses sebagai seorang komedian. Bahkan dia masih suka melakukan show di berbagai kota di Amerika sampai tahun ini, loh.


Tyson sendiri kini telah berumur 51 tahun dan tampaknya akan terus melakukannya dalam tahun-tahun ke depan. “Saya telah menemukan passion baru dalam babak baru hidup saya sekarang, yaitu berada di atas panggung.”


Memang penampilan Tyson tidak semulus orang-orang yang memang lahir dengan bakat melucu. Dia banyak berlatih, khususnya dalam melafalkan kata-kata tertentu, untuk bisa mencapai tahap lucu yang sekarang.


Mike berhasil menemukan hidup baru, dari petinju yang keras dan kasar, menjadi pelawak yang hebat. Dari kebangkrutan dan kehancuran, jadi kembali sukses. Semakin menegaskan bahwa dalam hidup ini tidak ada yang tidak mungkin kalau kita mau.


Kondisi di titik nol menciptakan ketidakpastian dan ketidakmenentuan. Ketidak pastian tersebut menjadikannya berpikir, bekerja dan berkreasi 1000% lebih keras. Ketidakpastian dan ektidakmenentuan menjadikannya keluar dari zona nyaman. Kalau meminjam kata-kata Andy Grove pendiri Intel, ketidakpastian dan ketidakmenentuan menjadikan kita paraniod. Dan menurutnya, “only the paranoid survive!”


Musuh Kesuksesan

Musuh kesuksesan adalah kesuksesan itu sendiri. Itulah pelajaran yang kita petik dari keterpurukan Nokia. Kesuksesan memang menciptakan kondisi enak dan nyaman. Kondisi serba enak dan nyaman ini seringkali menjadikan kita lupa. Kondisi paling parah adalah saat kesuksesan menjadikan kita malas berpikir keras, malas bekerja keras, malas berkreasi keras, malas belajar keras. Maka saat itulah kekalahan ada di depan kita.


Oleh karenanya saat kita mendaki kesuksesan; mindset berpikir kita harus berjalan ke arah yang sebaliknya, merayap menuju ke posisi keterpurukan di titik nol. Itu artinya, saat kita sudah menggapai di titik terpuncak kesuksesan, saat itu juga mindset berpikir kita harus sudah ada di posisi keterpurukan di titik nol.


Mindset keterpurukan di titik nol adalah menjadikan kita tidak pernah berhenti berusaha dan berjuang. Menjadi modal kita untuk mencapai kesuksesan yang satu ke kesuksesan yang lain. Kalaupun kita terpuruk, kita dapat menggapainya kembali.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url